Rabu, 26 Maret 2014

HUBUNGAN KURIKULUM DENGAN SOSIAL BUDAYA BANGSA


MAKALAH KELOMPOK
HUBUNGAN KURIKULUM DENGAN SOSIAL BUDAYA BANGSA


DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS PERKULIAHAN
MATA KULIAH DASAR DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM II
Dosen Pengampu: Drs. Wahyudin Zufri, M.Pd




Disusun Oleh:
1. Titis Mayta Sari                 (40212115)
2. Maesaroh Khayati                        (40212116)
3. Subur Widadi                    (40212117)
4. Dwi Muflihah                    (40212120)
5. Adi Surya Mahardika      (40212121)
6. Aminatul Fitria                  (40212122)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP ISLAM BUMIAYU
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya kami diberi kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah Dasar dan Pengembangan Kurikulum II.
Makalah yang berjudul ‘Hubungan Kurikulum Dengan Sosial Budaya Bangsa’ merupakan aplikasi dari kami. Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang hubungan kurikulum dengan sosial budaya bangsa.
Dalam makalah ini, kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberi wawasan ataupun menjadi referensi kita dalam mengetahui dan mempelajari tentang Hubungan Kurikulum dengan Sosial Budaya Bangsa.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.





Bumiayu, 11 Maret 2014




BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Ada empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
B. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana hubungan antara kurikulum dengan masyarakat?
2.      Bagaimana hubungan antara kurikulum dengan budaya bangsa?




















BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum awalnya digunakan dalam dari dunia Olahraga, berasal dari kata “curir” yang berarti pelari dan “curere” yang berarti tempat berpacu. Jadi kurikulum ialah jarak yang ditempuh oleh pelari dari start sampai finish.
Diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijasah.
Dari rumusan pengertian kurikulum yang telah dijelaskan di atas, terkandung 2 hal pokok yaitu :
1.      Adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa.
2.      Tujuan utama yaitu untuk memperoleh ijasah.
Ternyata pengertian kurikulum tersebut dianggap pengertian yang sempit atau sederhana , dalam  buku-buku masalah pendidikan banyak ditemui pengertian kurikulum yang lebih luas dan beragam , Kurikulum tidak hanya terbatas sejumlah mata pelajaran saja tetapi mencakup semua pengalaman (learning experiences) yang dialamai oleh siswa dan pengaruh perkembangan pribadinya.
Harold B. Alberty (1965 ) Memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah yang tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas.
Istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan, yaitu antara lain:
1.      Kurikulum sebagai suatu ide.
2.      Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikukulm sebagai suatu ide.
3.      Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum, pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis.
4.      Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Dalam UU Nomer 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rencana atau pengaturan tersebut dituangkan dalam kurikulum yang tertulis yang disebut Garis-garis Besar Program Pengajaran ( GBPP ).
B. KURIKULUM DAN MASYARAKAT
1. Devinisi Masyarakat
“Masyarakat” yang berarti pergaulan hidup manusia sehimpun orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan aturan tertentu, juga berarti “orang, khalayak ramai”. Menurut Hasan Sadily, masyarakat ialah “Kesatuan yang selalu berubah, yang hidup karena proses masyarakat yang menyebabkan terjadi proses perubahan itu”. Sedangkan menurut Plato, masyarakat ialah “merupakan refleksi dari manusia perorangan”. Suatu masyarakat akan mengalami keguncangan sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan intelegensi. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu kelompok individu yang terorganisasi yang berfikir dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.
Dalam konsep an-Nas bahwa masyarakat adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dengan mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antara sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan manusia dengan masyarakat terjadi interaksi aktif. Manusia dapat mengintervensi dengan masyarakat lingkungannya dan sebaliknya masyarakat pun dapat memberi pada manusia sebagai warganya. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, masyarakat memiliki karakteristik tertentu. Prinsip-prinsip ini harus dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan sistem pendidikan.
Masyarakat merupakan lapangan pergaulan antara sesama manusia. Pada kenyataannya masyarakat juga dinilai ikut memberi pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan dan perilaku manusia yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemikiran tentang masyarakat mengacu pada penilaian bahwa:
a.       Masyarakat merupakan kumpulan individu yang terikat oleh kesatuan dari berbagai aspek seperti latar belakang budaya, agama, tradisi kawasan lingkungan dan lain-lain.
b.      Masyarakat terbentuk dalam keragaman adalah sebagai ketentuan dari Allah, agar dalam kehidupan terjadi dinamika kehidupan sosial, dalam interaksi antar sesama manusia yang menjadi warganya.
c.       Setiap masyarakat memiliki identitas sendiri yang secara prinsip berbeda satu sama lain.
d.      Masyarakat merupakan lingkungan yang dapat memberi pengaruh pada pengembangan potensi individu.
Dari beberapa penjelasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa pengertian masyarakat ialah sekelompok manusia yang terdiri di dalamnya ada keluarga, masyarakat dan adat kebiasaan yang terikat dalam satu kesatuan aturan tertentu.
2. Hubungan Kurikulum Dengan Masyarakat
Kebutuhan manusia yang dibutuhkan dari masyarakat tidak hanya menyangkut bidang material melainkan juga bidang spiritual, ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sebagainya. Dengan demikian, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan manusia memerlukan adanya lingkungan sosial masyarakat. Dari sebab inilah para ahli pendidikan umumnya memasukkan lingkungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan.
Secara bertahap masyarakat tradisional yang berorientasi kepada status akan beralih menjadi masyarakat modern yang berorientasi kepada prestasi. Prestasi yang diraih tentunya dengan melakukan pendidikan yang baik dan terarah pencapaiannya. Guna tercapainya suatu pendidikan yang baik, maka harus ada acuan, batasan, dan arahan sebagai bagian dari proses pendidikan yaitu kurikulum. Kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan yang tidak bisa dipisahkan dengan komponen sistem lainnya. Tanpa kurikulum suatu sistem pendidikan tidak dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang sempurna. Ia merupakan ruh (spirit) yang menjadi gerak dinamik suatu sistem pendidikan, Ia juga merupakan sebuah idea vital yang menjadi landasan bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Bahkan, kurikulum seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas dan penyelenggaraan pendidikan. Baik buruknya kurikulum akan sangat menentukan terhadap baik buruknya kualitas output pendidikan, dalam hal ini ialah peserta didik.
Pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat sehingga tuntutan hidup semakin tinggi. Perkembangan masyarakat tersebut menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan kemajuan kehidupan dalam suatu masyarakat sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kemajuan masyarakat. Untuk terciptamya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan perkembangan masyarakat. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya saja tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Pengembangan kurikulum harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya faktor kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam pengembangan kurikulum.
C. KURIKULUM DENGAN BUDAYA BANGSA
1. Devinisi Budaya
Budaya adalah bentuk amak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, rasa, dan karsa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli :
1.      E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.      R.  Linton,  kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga hal:
a.       Ide, konsep, gagasan, nilai, norma dan peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
b.      Kegiatan yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia sifatnya konkret, bisa dilihat dan diobservasi. Sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, norma dan peraturan yang telah dimilikinya.
c.       Benda dari hasil karya manusia. Seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu, wujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik. Kebudayaan ini adalah produk dari wujud kebudayaan ide (point a) dan tindakan (point b).
2. Hubungan Kurikulum Dengan Budaya
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan bahwa individu itu lahir belum berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Semuanya itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar dan tentu saja dengan sekolah.
Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para siswa dengan salah satu alat yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum pada dasarnya merupakan refleksi dari cara berfikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, dalam pengembangan suatu kurikulum guru perlu memahami kebudayaan.
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan karena dan melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakann sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Contoh lain, setiap masyarakat mempunyai persamaan dan perbedaan dalam berpakaian. Dalam kaitan dengan pakaian, anak harus mempelajari dari anggota masyarakat yang lain tentang cara menggunakan pakaian tertentu dan dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Dengan mempelajari tingkah laku yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah lakunya sendiri menjadikan anak sebagai anggota masyarakat. Ole sebab itu, anak-anak harus diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesua dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok setiap sistem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak tentang pola-pola tingkah laku yang esensial tersebut (Redja Mudyahardjo, 1992: 45)
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku ke generasi baru berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan formal. Cara informal terjadi di dalam keluarga, nonformal dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan. Pendidikan formal tersebut dirancang untuk mengarahkan perkembangan tingkah laku anak didik. Kalau masyarakat hanya mentransmisi kebudayaan yang mereka miliki kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh kemajuan. Oleh sebab itu, anggota masyarakat tersebut berusaha melakukan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan kondisi baru sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nilai-nilai, dan norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola tingkah laku, norma-norma dan nilai-nilai baru ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah. Lembaga pendidikan ini berfungsi untuk mentransmisikan kebudayaan dan mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan jaman.
Salah satu upaya penyesuaian pendidikan jalur sekolah dengan keragaman latar belakang sosial budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan lokal di dalam kurikulum sekolah, utamanya di Sekolah Dasar (SD). Kebijakan ini bukan hal baru, karena gagasannya telah diberlakukan sejak dulu, umpamanya dengan pengajaran bahasa daerah dan atau penggunaan bahasa daerah di dalam proses belajar mengajar. Keragaman sosial budaya tersebut terwujud dalam keragaman adat istiadat, tata cara dan tata krama pergaulan, kesenian, bahasa dan sastra daerah, maupun kemahiran dan keterampilan yang tumbuh dan terpelihara di suatu daerah tertentu.






BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kurikulum dalam arti sempit mempunyai arti sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijasah. Sedangkan kurikulum dalam arti luas ialah tidak hanya terbatas sejumlah mata pelajaran saja tetapi mencakup semua pengalaman (learning experiences) yang dialamai oleh siswa dan pengaruh perkembangan pribadinya.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan kemajuan kehidupan dalam suatu masyarakat sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kemajuan masyarakat. Untuk terciptamya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan perkembangan masyarakat. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya saja tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan bahwa individu itu lahir belum berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Semuanya itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar dan tentu saja dengan sekolah. Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada siswa dengan salah satu alat yang disebut dengan kurikulum. Hubungan kurikulum dengan sosial budaya tidak dapat dipisahkan karena untuk mengetahui tentang sosial dan budaya bangsa maka diperlukan suatu alat yang disebut dengan kurikulum.
B. HARAPAN
            Semoga makalah ini dapat menjadikan mahasiswa yang belum tahu tentang hubungan kurikulum dan sosial budaya bangsa menjadi tahu dan mahasiwa yang sudah tahu menjadi lebih tahu sehingga pengetahuan kita tentang materi hubungan kurikulum dengan sosial budaya bangsa menjadi matang.





DAFTAR PUSTAKA

1.      Tirtarahardja, Dr. Umar dan Drs, S. L. La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
2.      Hamalik, Dr. H. Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
3.      Sukmadinata, Dr. Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Minggu, 19 Januari 2014

KONSEP IBADAH DALAM ISLAM


KONSEP IBADAH DALAM ISLAM


Description: E:\STKIP ISLAM\Logo STKIP-STIE\STIKIP ISLAM BUMIAYU tnp BACKGROUND.png



Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah              : Studi Islam I
Dosen Pengampu      : Abdul Karim S.Ag



DISUSUN OLEH:

TITIS MAYTASARI                       40212115
MAESAROH KHAYATI                40212116
SUBUR WIDADI                             40212117
SITI NURHIDAYATUL M                        40212118

KELAS/SEMESTER : PGSD 3 / 1


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP ISLAM BUMIAYU
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam adalah dinullah yang diwahyukan kepada semua rosul-rosulnya, sejak Nabi Adam Allaihisalam sampai Nabi Muhamad saw, islam agama yang di wahyukan kepada Rosul Muhamad sebagai Khatamul Ambiyak Wal Mursalin, adalah agama terakhir, yang menjadi agama paling sepurna di antaranya. Di dalamnya sarat dengan aturan aturan, serta pedoan pedoman yang d hidup akan dijadikan norma dalam hidup dan kehidupan manusia,dari persoalan yang kecil maupun besar sekalipun, baik teknik-tekniknya maupun pelaksanaannya, sehingga hidup akan damai, tertib, sejahtera, saling menyayanggi satu dengan yang lainya.
Berbicara masalah ibadah di kalangan mahasiswa tidak ada batasan untuk membahasnya, kinerja ibadah memang selalu hangat untuk di bicarakan, tatanan kehidupan yang menjadi hak paling utama dalam setiap diri manusia, dalam hal ini sudah menjadi kewajaran jika sebuah kepribadian yang di miliki setiap individu haruslah memiliki ketauhitan atau dasar keimanan, tak hayal terkadang perilaku ibadah setiap manusia selalu memiliki tingkatan yang berbeda, ada kalanya ilmu pengetahuan yang menjadikan seorang lebih memilikikemampuan cenderung mengutamakan totalitasnya dalam urusan agamanya.

B.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mendefinisikan Pengertian Ibadah
2.      Untuk mengetahui Ruang Lingkup dan Hubungannya dengan Kehidupan
3.      Untuk mengetahui Keutamaan Ibadah
4.      Untuk mengetahui Wujud dan Bentuk Ibadah
5.      Untuk mengetahui Ikhlas sebagai Ruh Ibadah
6.      Untuk mengetahui Amalan-Amalan yang Tidak Menjadi Ibadah



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ibadah
“Secara etimologis ibadah adalah kata dasar (masdar) dari 'abada-ya'budu-ibâdatan yang artinya mengabdi atau menghambakan diri. Menurut para fakar bahasa Arab, seperti Ibnu mandhur Al Afriqy, asal makna dari ibadah adalah "tunduk dan menghinakan diri" (al khudu'u wat tadzallul) atau "kepatuhan dengan rasa tunduk" (at thâ'ah ma'al khudhu'i). Bagian tanah di padang pasir yang menjadi rendah karena sering dilewati dan diinjak disebut "tharîq muta'abbad". Seorang budak atau hamba sahaya dinamakn 'âbid karena ia tunduk dan patuh kepada perintah majikannya. Maka setiap keta'atan atau kepatuhan dengan rasa tunduk dan rendah diri kepada sesuatu berarti telah beribadah kepada sesuatu itu dan ia telah menjadi hambanya. Oleh sebab itu muncul istilah 'abadat thâghut yang berarti para pengabdi syetan, 'abdud dînar wad dirhâm yang artinya para pengabdi uang Dinar dan Dirham seperti yang disebutkan dalam hadits nabi, "celakalah para hamba dinar dan dirham dan pakaian kebesaran…"
Allah dalam konteks ini di sebut ma’bud, yaitu dzat yang diibadahi atau disembah atau disesembahkan, sedangkan manusia disebut ‘abdun atau ‘abid, artinya orang yang mengabdi, beribadah atau menyebah, jama’nya ‘bad, sehinga ada istilah dalam al-qur’an ‘ibda al-rahman, yang artinya hamba-hamba allah sang penyayang, seperti yang banyak tercantum dalam al-qur’an, sebagai contoh dalm surat al-fatihah ayat 5:
Yang Artinya :
Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
Ayat di atas memiliki makna tawhid al-‘ibadah, yaitu peusatan pengabdian kepada allah swt, sebagai sau satunya dzat yang berhak dan wajib di ibadai, yakni ditaati, dilayani, di abdi.
Ibadah adalah salah bagian yang paling interen yang menjadi praifesi bagi setiap individu, karna ibadah dalam hal ini (islam), bukan hanya pada batasan rukun islam atau rukun iman yang menjadi pedoman atau bahkan lebih dari sekedar itu, ibadah yang dimaksutkan dalam ukuran al-qur’an bisa lebih luas kaitanya dan tentunya yang paling mendasar dari sekedar pengabdian atau keyakinanya terhadap tuhan yang maha esa, akan tetapi juga ibadah keseluruhan dalam dimensi ini adalah vertical (hablu minaallah) dan di mensi horizontal (hablu minannas).
B.        Ruang lingkup Ibadah dan Hubungannya dengan kehidupan
Sebagaimana yang dijelaskan di atas nyatalah ibadah itu itu bukanlah sesempit apa yang difahami oleh sebahagian dari kalangan manusia yang tidak dapat memahami kesempurnaan Islam itu sendiri di mana pada anggapan mereka Islam itu hanya suatu perbicaraan pasal akhirat (mati) dan melakukan beberapa jenis ibadah persendirian tidak lebih dari itu. Begitu juga bila disebut ibadah apa yang tergambar hanyalah masjid, tikar sembahyang, puasa, surau, tahlil, membaca al-Quran, doa, zikir dan sebagainya iaitu kefahaman sempit disekitar ibadah-ibadah khusus dan ritual sahaja tidak lebih dari itu. Kefahaman seperti ini adalah akibat dari serangan fahaman Sekular yang telah berakar umbi ke dalam jiwa sebahagian dari kalangan orang-orang Islam.
Islam adalah suatu cara hidup yang lengkap dan sempurna, yang merangkumi semua bidang kehidupan dunia dan akhirat, di mana dunia merupakan tanaman atau ladang yang hasil serta keuntungannya akan dituai dan dinikmati pada hari akhirat kelak.
Ibadah dalam Islam meliputi semua urusan kehidupan yang mempunyai paduan yang erat dalam semua lapangan hidup dunia dan akhirat, tidak ada pemisahan antara kerja-kerja mencari kehidupan di muka bumi ini dan hubungannya dengan balasan akhirat. Islam mengajarkan kepada kita setiap apa juga amalan yang dilakukan oleh manusia ada nilai dan balasan sama ada pahala atau siksa. Inilah keindahan Islam yang disebut sebagai ad-Deen yang lengkap sebagai suatu sistem hidup yang boleh memberi kesejahteraan hidup penganutnya di dunia dan di akhirat.
Dengan kata lain setiap amalan atau pekerjaan yang membawa manfaat kepada individu dan masyarakat selama ia tidak bercanggah dengan syarak jika sekiranya ia memenuhi syarat-syaratnya, seperti dikerjakan dengan ikhlas kerana Allah semata-mata bukan kerana mencari kepentingan dan mencari nama serta ada niat mengharapkan balasan dari manusia atau ingin mendapat pujian dan sanjungan dari manusia; maka amalan-amalan yang demikian akan mejadi ibadah yang diberi pahala di sisi Allah swt di akhirat kelak, insya’-Allah.
Berdasarkan kepada konsep ibadah tersebut maka setiap perbuatan pertolongan baik kepada orang lain seperti membantu orang sakit, tolong merengankan beban dan kesukaran hidup orang lain, memenuhi keperluannya, menolong orang yang teraniaya, mengajar dan membimbing orang yang jahil adalah ibadah.
Termasuk juga dalam makna ibadah ialah setiap perbuatan, perkataan manusia zahir dan batin yang disukai dan diredai oleh Allah swt. Bercakap benar, taat kepada ibu bapa, amanah, menepati janji, berakata benar, memenuhi hajat keperluan orang lain adalah iabadah.
Menuntut ilmu, menyuruh perkara kebaikan dan mencegah segala kejahatan, berjihad, memberi pertolongan kepada sesama manusia, dan kepada binatang, berdoa, puasa, sembahyang, membaca al-Quran semuanya itu juga adalah sebahagian dari ibadah.
Begitu juga termasuk dalam pengertian ibadah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, melaksanakan hukum-hukum Allah, sabar menerima ujian, bersyukur menerima nikmat, reda terhadap qadha’ dan qadar-Nya dan banyak lagi kegiatan dan tindakan manusia yang termasuk dalam bidang ibadah.
Kesimpulannya ruanglingkup ibadah dalam Islam adalah terlalu terlalu luas yang merangkumi semua jenis amalan dan syiar Islam dari perkara yang sekecil-kecilnya seperti cara makan, minum dan masuk ketandas hinggalah kerja-kerja menguruskan kewangan dan pentadbiran negara semuanya adalah dalam makna dan pengertian ibadah dalam ertikata yang luas apabila semuanya itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya dengan menurut adab dan peraturan serta memenuhi syarat-syaratnya.
C.        Keutamaan Ibadah
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya.Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya.Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya dicela. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min: 60]
Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan.Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya.Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.
Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya.Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah.Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.
Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9]
Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.
D.        Wujud Dan Bentuk Ibadah
            Untuk memudahkan bahasan dan perbincangan kita berhubung dengan ibadah ini, ulama-ulama Islam membagikan bentuk dan wujud ibadah dalam dua bagian,sebagai berikut :
1. Ibadah khusus, ialah semua amalan yang tercantum dalam bab al-Ibadaat yang utamanya ialah sembahyang, puasa, zakat dan haji.
2. Ibadah Umum, ialah segala amalan dan segala perbuatan manusia serta gerak-gerik dalam kegiatan hidup mereka yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1). Amalan yang dikerjakan itu di akui oleh syarak dan sesuai dengan Islam.
2). Amalan tersebut tidak bercanggah dengan syariat, tidak zalim, khianat dan sebagainya
3). Amalan tersebut dikerjakan dengan niat ikhlas semata-mata keranaAllah swt. tidak riak, ujub dan um’ah.
4). Amalan itu hendaklah dikerjakan dengan sebaik-baiknya
5). Ketika mengerjakan amalan tersebut tidak lalai atau mengabaikan kewajipan ibadah khusus seperti sembahyang dan sebagainya.


E.        Ikhlas Sebagai Ruh Ibadah
Setiap hamba memiliki kemampuan dan kemauan dalam beribadah yang berbeda-beda. Ada yang rajin shaum senin-kamis- nya, ada yang khusyu dalam sholatnya, ada yang kuat dalam wiridnya, ada yang jujur dalam dagangnya, dan ada pula yang tekun dalam mempelajari ilmu. Tekun dan rajin beribadahnya seorang hamba adalah tanda tingkat ma’rifat kepada-Nya. Banyaknya amal ibadah seseorang juga merupakan tanda sifat ihsan dalam dirinya.
Sedangkan nilai ibadah seorang hamba di hadapan Alloh ditunjukan dengan ikhlasnya dalam beramal. Tanpa keikhlasan takkan berarti apa-apa amal seorang hamba. Sedekah dengan mewakafkan seluruh harta yang dimiliki, kalau sekedar ingin disebut dermawan, sama sekali tidak bernilai apapun. Bekerja siang malam, bersimbah peluh, berkuah keringat, demi menafkahi anak dan istri, kalau tidak ikhlas, maka tidak ada nilainya di sisi Allah.
Ceramah agama dengan memberikan nasihat, mengemukakan dalil-dalil, kalau sekedar memamerkan kemampuan berbicara, kemampuan bahasa arab, dan memamerkan banyaknya hafalan Qur’an dan hadits, maka walau sampai berbusa sekalipun, tidak ada nilainya di sisi Allah.
            Sholat sunah berpuluh rakaat setiap hari, kalau sekedar ingin disebut sebagai ahli ibadah, ingin dipuji oleh mertua, pimpinan, maka sholatnya itu hanya sebagai gerakan-gerakan yang tiada arti dan tidak bernilai di hadapan Allah.
Subhanallah, sungguh beruntung bagi siapa pun yang amalnya selamat dari tujuan lain selain Alloh, yaitu seorang hamba yang amal-amalnya menjauhi motif-motif duniawi karena diniatkan ikhlas karena Alloh semata. Inilah derajat mukhlisin yaitu derajat hamba yang amal ibadahnya tegak dan kokoh dengan ikatan iman dan dilaksanakan dengan ikhlas. Karena dia menyadari bahwa ikhlas adalah ruh amal yang menunjukkan tegaknya iman.
Imam Ibnu Atho’illah dalam kitabnya Al hikam berujar, “ beraneka jenis amal yang nampak itu adalah karena beraneka ragam keadaan yang datangnya dari dalam hati seorang hamba. Beraneka ragam amal yang nampak itu merupakan kerangka yang tegak, sedang ruhnya adalah wujud rahasia ikhlas yang ada di dalamnya.”
Jelaslah bahwa nilai ibadah seseorang hamba yang dihadapan Alloh ditujukan oleh ikhlasnya dalam beramal. Seorang hamba ahli ikhlas akan dengan sungguh-sungguh berusaha untuk tidak menyertakan kepentingan pribadi ataupun imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi seorang hamba ahli ikhlas hanya satu, yakni bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Alloh Azza wa Jalla. Dengan kata lain, seorang hamba ahli ikhlas akan mengutamakan pandangan Allah daripada pandangan manusia.
Berbuat amal ibadah bagi seseorang hamba ahli ikhlas adalah dengan menyembunyikannya dari pandangan manusia sebagaimana dia menyembunyikan keburukan-keburukan nya. Bahkan ikhlasnya seorang hamba ahli ikhlas akan nampak bahwa ia tidak melihat terhadap ikhlas itu sendiri. Sebab jikalau ia menyaksikan keikhlasan terhadap ikhlasnya, berarti ikhlasnya tersebut memerlukan keikhlasan lagi, subhanalloh
.
F.         Amalan-Amalan yang Tidak Menjadi Ibadah
Dilihat dari syarat-syarat di atas, nampaklah kepada kita bahawa sesuatu amalan yang dikerjakan oleh seseorang begitu sukar sekali untuk mencapai kesempurnaan dalam makna ibadah dengan ertikata yang sebenar-benarnya mengikut syarat-syarat dan ketentuan tersebut di atas, oleh itu kita hendaklah bersungguh-sungguh dalam mengusahakan amalan kita supaya dapat mencapai matlamat ibadah yang sempurna dengan menyempurnakan segala syarat-syaratnya.
Dan kita hendaklah senantiasa meneliti dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh agar kita tidak tertipu dengan amalan kita sendiri; dengan menyangka kita telah banyak melaksanakan amal ibadah dengan sempurna tetapi pada hakikatnya tidak demikian, kita takut akan tergolong ke dalam golongan manusia yang tertipu dan sia-sia amalan kita dan apa yang kita dapat hanyalah penat dan lelah. Ini kerana kita melakukan amalan dan kerja-kerja kebajikan itu tidak menepati dan tidak selari dengan ketentuan dan syarat-syarat ibadah dan amal soleh yang dikehandkki itu.
Dari itu disamping kita melaksanakan segala amalan zahir dengan sempurna mengikut petunjuk dari Rasulullah saw. apa yang lebih penting lagi ialah kita membetulkan amalan batin iaitu amalan hati supaya betul iaitu niat dengan ikhlas, amalan itu semata-mata kerana Allah tidak kerana yang lain dari-Nya. Dan kita juga hendaklah sentiasa menjaga keikhlasan hati kita ini dari penyakit-penyakit yang boleh merusakannya seperti riak, ujub, sum’ah, takabur dan sebagainya.
Kesimpulan secara mudah ialah seorang lelaki yang memakai pakaian untuk menutup aurat dari kain sutra, dan perempuan yang berpakaian meliputi badannya tetapi masih menampakan susuk badannya masih lagi tidak dinamakan ibadah, atau seorang menderma dengan tujuan supaya dipuji dan digelar sebagai dermawan atau seorang yang rajin bersembahyang dengan niat tujuan supaya digelar sebagai ahli ibadah oleh manusia; itu semua tidak termasuk dalam makna ibadah yang diterima oleh Allah swt.
Dengan demikian jelaslah kepada kita segala amalan yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas itu tidak dikira sebagai ibadah.Niat dan tujuan serta matlamat adalah sangat penting dalam sesuatu amalan di samping amalan tersebut tidak bercanggah serta diakui sah oleh syariat Islam.










           











BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Ruang lingkup ibadah dalam Islam adalah terlalu luas yang merangkumi semua jenis amalan dan syiar Islam dari perkara yang sekecil-kecilnya seperti cara makan, minum dan masuk ketandas hinggalah kerja-kerja menguruskan keuangan dan negara semuanya adalah dalam makna dan pengertian ibadah dalam Arti kata yang luas apabila semuanya itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya dengan menurut adab dan peraturan serta memenuhi syarat-syaratnya.

B.     Saran
 Apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah, penulis menerima saran/kritik dari pembaca untuk melengkapi makalah agar dapat menjadi bahan kajian bagi penyusun.




DAFTAR PUSTAKA