Rabu, 26 Maret 2014

HUBUNGAN KURIKULUM DENGAN SOSIAL BUDAYA BANGSA


MAKALAH KELOMPOK
HUBUNGAN KURIKULUM DENGAN SOSIAL BUDAYA BANGSA


DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS PERKULIAHAN
MATA KULIAH DASAR DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM II
Dosen Pengampu: Drs. Wahyudin Zufri, M.Pd




Disusun Oleh:
1. Titis Mayta Sari                 (40212115)
2. Maesaroh Khayati                        (40212116)
3. Subur Widadi                    (40212117)
4. Dwi Muflihah                    (40212120)
5. Adi Surya Mahardika      (40212121)
6. Aminatul Fitria                  (40212122)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP ISLAM BUMIAYU
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya kami diberi kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah Dasar dan Pengembangan Kurikulum II.
Makalah yang berjudul ‘Hubungan Kurikulum Dengan Sosial Budaya Bangsa’ merupakan aplikasi dari kami. Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang hubungan kurikulum dengan sosial budaya bangsa.
Dalam makalah ini, kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberi wawasan ataupun menjadi referensi kita dalam mengetahui dan mempelajari tentang Hubungan Kurikulum dengan Sosial Budaya Bangsa.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.





Bumiayu, 11 Maret 2014




BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Ada empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
B. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana hubungan antara kurikulum dengan masyarakat?
2.      Bagaimana hubungan antara kurikulum dengan budaya bangsa?




















BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum awalnya digunakan dalam dari dunia Olahraga, berasal dari kata “curir” yang berarti pelari dan “curere” yang berarti tempat berpacu. Jadi kurikulum ialah jarak yang ditempuh oleh pelari dari start sampai finish.
Diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijasah.
Dari rumusan pengertian kurikulum yang telah dijelaskan di atas, terkandung 2 hal pokok yaitu :
1.      Adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa.
2.      Tujuan utama yaitu untuk memperoleh ijasah.
Ternyata pengertian kurikulum tersebut dianggap pengertian yang sempit atau sederhana , dalam  buku-buku masalah pendidikan banyak ditemui pengertian kurikulum yang lebih luas dan beragam , Kurikulum tidak hanya terbatas sejumlah mata pelajaran saja tetapi mencakup semua pengalaman (learning experiences) yang dialamai oleh siswa dan pengaruh perkembangan pribadinya.
Harold B. Alberty (1965 ) Memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah yang tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas.
Istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan, yaitu antara lain:
1.      Kurikulum sebagai suatu ide.
2.      Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikukulm sebagai suatu ide.
3.      Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum, pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis.
4.      Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Dalam UU Nomer 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rencana atau pengaturan tersebut dituangkan dalam kurikulum yang tertulis yang disebut Garis-garis Besar Program Pengajaran ( GBPP ).
B. KURIKULUM DAN MASYARAKAT
1. Devinisi Masyarakat
“Masyarakat” yang berarti pergaulan hidup manusia sehimpun orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan aturan tertentu, juga berarti “orang, khalayak ramai”. Menurut Hasan Sadily, masyarakat ialah “Kesatuan yang selalu berubah, yang hidup karena proses masyarakat yang menyebabkan terjadi proses perubahan itu”. Sedangkan menurut Plato, masyarakat ialah “merupakan refleksi dari manusia perorangan”. Suatu masyarakat akan mengalami keguncangan sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan intelegensi. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu kelompok individu yang terorganisasi yang berfikir dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.
Dalam konsep an-Nas bahwa masyarakat adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dengan mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antara sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan manusia dengan masyarakat terjadi interaksi aktif. Manusia dapat mengintervensi dengan masyarakat lingkungannya dan sebaliknya masyarakat pun dapat memberi pada manusia sebagai warganya. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, masyarakat memiliki karakteristik tertentu. Prinsip-prinsip ini harus dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan sistem pendidikan.
Masyarakat merupakan lapangan pergaulan antara sesama manusia. Pada kenyataannya masyarakat juga dinilai ikut memberi pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan dan perilaku manusia yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemikiran tentang masyarakat mengacu pada penilaian bahwa:
a.       Masyarakat merupakan kumpulan individu yang terikat oleh kesatuan dari berbagai aspek seperti latar belakang budaya, agama, tradisi kawasan lingkungan dan lain-lain.
b.      Masyarakat terbentuk dalam keragaman adalah sebagai ketentuan dari Allah, agar dalam kehidupan terjadi dinamika kehidupan sosial, dalam interaksi antar sesama manusia yang menjadi warganya.
c.       Setiap masyarakat memiliki identitas sendiri yang secara prinsip berbeda satu sama lain.
d.      Masyarakat merupakan lingkungan yang dapat memberi pengaruh pada pengembangan potensi individu.
Dari beberapa penjelasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa pengertian masyarakat ialah sekelompok manusia yang terdiri di dalamnya ada keluarga, masyarakat dan adat kebiasaan yang terikat dalam satu kesatuan aturan tertentu.
2. Hubungan Kurikulum Dengan Masyarakat
Kebutuhan manusia yang dibutuhkan dari masyarakat tidak hanya menyangkut bidang material melainkan juga bidang spiritual, ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sebagainya. Dengan demikian, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan manusia memerlukan adanya lingkungan sosial masyarakat. Dari sebab inilah para ahli pendidikan umumnya memasukkan lingkungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan.
Secara bertahap masyarakat tradisional yang berorientasi kepada status akan beralih menjadi masyarakat modern yang berorientasi kepada prestasi. Prestasi yang diraih tentunya dengan melakukan pendidikan yang baik dan terarah pencapaiannya. Guna tercapainya suatu pendidikan yang baik, maka harus ada acuan, batasan, dan arahan sebagai bagian dari proses pendidikan yaitu kurikulum. Kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan yang tidak bisa dipisahkan dengan komponen sistem lainnya. Tanpa kurikulum suatu sistem pendidikan tidak dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang sempurna. Ia merupakan ruh (spirit) yang menjadi gerak dinamik suatu sistem pendidikan, Ia juga merupakan sebuah idea vital yang menjadi landasan bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Bahkan, kurikulum seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas dan penyelenggaraan pendidikan. Baik buruknya kurikulum akan sangat menentukan terhadap baik buruknya kualitas output pendidikan, dalam hal ini ialah peserta didik.
Pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat sehingga tuntutan hidup semakin tinggi. Perkembangan masyarakat tersebut menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan kemajuan kehidupan dalam suatu masyarakat sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kemajuan masyarakat. Untuk terciptamya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan perkembangan masyarakat. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya saja tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Pengembangan kurikulum harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya faktor kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam pengembangan kurikulum.
C. KURIKULUM DENGAN BUDAYA BANGSA
1. Devinisi Budaya
Budaya adalah bentuk amak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, rasa, dan karsa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli :
1.      E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.      R.  Linton,  kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga hal:
a.       Ide, konsep, gagasan, nilai, norma dan peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
b.      Kegiatan yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia sifatnya konkret, bisa dilihat dan diobservasi. Sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, norma dan peraturan yang telah dimilikinya.
c.       Benda dari hasil karya manusia. Seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu, wujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik. Kebudayaan ini adalah produk dari wujud kebudayaan ide (point a) dan tindakan (point b).
2. Hubungan Kurikulum Dengan Budaya
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan bahwa individu itu lahir belum berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Semuanya itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar dan tentu saja dengan sekolah.
Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para siswa dengan salah satu alat yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum pada dasarnya merupakan refleksi dari cara berfikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, dalam pengembangan suatu kurikulum guru perlu memahami kebudayaan.
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan karena dan melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakann sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Contoh lain, setiap masyarakat mempunyai persamaan dan perbedaan dalam berpakaian. Dalam kaitan dengan pakaian, anak harus mempelajari dari anggota masyarakat yang lain tentang cara menggunakan pakaian tertentu dan dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Dengan mempelajari tingkah laku yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah lakunya sendiri menjadikan anak sebagai anggota masyarakat. Ole sebab itu, anak-anak harus diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesua dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok setiap sistem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak tentang pola-pola tingkah laku yang esensial tersebut (Redja Mudyahardjo, 1992: 45)
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku ke generasi baru berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan formal. Cara informal terjadi di dalam keluarga, nonformal dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan. Pendidikan formal tersebut dirancang untuk mengarahkan perkembangan tingkah laku anak didik. Kalau masyarakat hanya mentransmisi kebudayaan yang mereka miliki kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh kemajuan. Oleh sebab itu, anggota masyarakat tersebut berusaha melakukan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan kondisi baru sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nilai-nilai, dan norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola tingkah laku, norma-norma dan nilai-nilai baru ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah. Lembaga pendidikan ini berfungsi untuk mentransmisikan kebudayaan dan mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan jaman.
Salah satu upaya penyesuaian pendidikan jalur sekolah dengan keragaman latar belakang sosial budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan lokal di dalam kurikulum sekolah, utamanya di Sekolah Dasar (SD). Kebijakan ini bukan hal baru, karena gagasannya telah diberlakukan sejak dulu, umpamanya dengan pengajaran bahasa daerah dan atau penggunaan bahasa daerah di dalam proses belajar mengajar. Keragaman sosial budaya tersebut terwujud dalam keragaman adat istiadat, tata cara dan tata krama pergaulan, kesenian, bahasa dan sastra daerah, maupun kemahiran dan keterampilan yang tumbuh dan terpelihara di suatu daerah tertentu.






BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kurikulum dalam arti sempit mempunyai arti sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijasah. Sedangkan kurikulum dalam arti luas ialah tidak hanya terbatas sejumlah mata pelajaran saja tetapi mencakup semua pengalaman (learning experiences) yang dialamai oleh siswa dan pengaruh perkembangan pribadinya.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan kemajuan kehidupan dalam suatu masyarakat sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kemajuan masyarakat. Untuk terciptamya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan perkembangan masyarakat. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya saja tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan bahwa individu itu lahir belum berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Semuanya itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar dan tentu saja dengan sekolah. Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada siswa dengan salah satu alat yang disebut dengan kurikulum. Hubungan kurikulum dengan sosial budaya tidak dapat dipisahkan karena untuk mengetahui tentang sosial dan budaya bangsa maka diperlukan suatu alat yang disebut dengan kurikulum.
B. HARAPAN
            Semoga makalah ini dapat menjadikan mahasiswa yang belum tahu tentang hubungan kurikulum dan sosial budaya bangsa menjadi tahu dan mahasiwa yang sudah tahu menjadi lebih tahu sehingga pengetahuan kita tentang materi hubungan kurikulum dengan sosial budaya bangsa menjadi matang.





DAFTAR PUSTAKA

1.      Tirtarahardja, Dr. Umar dan Drs, S. L. La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
2.      Hamalik, Dr. H. Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
3.      Sukmadinata, Dr. Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.