MAKALAH
KELOMPOK
HUBUNGAN
KURIKULUM DENGAN SOSIAL BUDAYA BANGSA
DISUSUN
GUNA MEMENUHI TUGAS PERKULIAHAN
MATA
KULIAH DASAR DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM II
Dosen
Pengampu: Drs. Wahyudin Zufri, M.Pd
Disusun
Oleh:
1. Titis Mayta Sari (40212115)
2. Maesaroh Khayati (40212116)
3. Subur Widadi (40212117)
4. Dwi Muflihah (40212120)
5. Adi Surya Mahardika (40212121)
6. Aminatul Fitria (40212122)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP
ISLAM BUMIAYU
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya kami diberi kesehatan, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah Dasar dan Pengembangan
Kurikulum II.
Makalah yang berjudul ‘Hubungan
Kurikulum Dengan Sosial Budaya Bangsa’ merupakan aplikasi dari kami. Selain
untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan pengetahuan
tentang hubungan kurikulum dengan sosial budaya bangsa.
Dalam makalah ini, kami menyadari masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan
kesempurnaan sangat kami nantikan.
Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat dan memberi wawasan ataupun menjadi referensi kita dalam mengetahui
dan mempelajari tentang Hubungan Kurikulum dengan Sosial Budaya Bangsa.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Bumiayu, 11 Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal
terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat
pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Ada empat landasan utama
dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3)
sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum
dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Pendidikan merupakan
usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat.
Peserta
didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat
pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap
lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem sosial budaya tersendiri
yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah
satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang
mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai
tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan
lainnya.
Sejalan
dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di
sekitar masyarakat.
Israel
Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan
manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan
membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan
demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons
dan berlandaskan pada perkembangan sosial budaya dalam suatu masyarakat, baik
dalam konteks lokal, nasional maupun global.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
hubungan antara kurikulum dengan masyarakat?
2. Bagaimana
hubungan antara kurikulum dengan budaya bangsa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum awalnya digunakan dalam dari dunia Olahraga, berasal dari kata “curir” yang
berarti pelari dan “curere” yang berarti tempat
berpacu. Jadi
kurikulum ialah jarak yang ditempuh oleh pelari dari start sampai finish.
Diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk
memperoleh ijasah.
Dari rumusan pengertian kurikulum yang telah dijelaskan di atas, terkandung 2 hal pokok yaitu :
1. Adanya mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh siswa.
2. Tujuan utama yaitu untuk memperoleh ijasah.
Ternyata pengertian kurikulum tersebut dianggap
pengertian yang sempit atau sederhana , dalam
buku-buku masalah pendidikan banyak ditemui pengertian kurikulum yang
lebih luas dan beragam , Kurikulum tidak hanya terbatas sejumlah mata pelajaran
saja tetapi mencakup semua pengalaman (learning experiences) yang
dialamai oleh siswa dan pengaruh perkembangan pribadinya.
Harold B. Alberty (1965 ) Memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang
diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah yang tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh siswa di luar kelas.
Istilah kurikulum memiliki empat dimensi
pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling
berhubungan, yaitu antara lain:
1. Kurikulum sebagai suatu ide.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang
sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikukulm sebagai suatu ide.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang
sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau
implementasi kurikulum, pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang
merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Dalam UU Nomer 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas menyatakan
bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rencana atau pengaturan
tersebut dituangkan dalam kurikulum yang tertulis yang disebut Garis-garis
Besar Program Pengajaran ( GBPP ).
B. KURIKULUM
DAN MASYARAKAT
1. Devinisi Masyarakat
“Masyarakat”
yang berarti pergaulan hidup manusia sehimpun orang yang hidup bersama dalam suatu
tempat dengan ikatan aturan tertentu, juga berarti “orang, khalayak ramai”. Menurut Hasan Sadily, masyarakat ialah “Kesatuan yang
selalu berubah, yang hidup karena proses masyarakat yang menyebabkan terjadi
proses perubahan itu”. Sedangkan menurut Plato, masyarakat ialah “merupakan
refleksi dari manusia perorangan”. Suatu masyarakat akan mengalami keguncangan
sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang
terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan intelegensi. Dengan kata
lain, masyarakat adalah suatu kelompok individu yang terorganisasi yang
berfikir dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat
lainnya.
Dalam
konsep an-Nas bahwa masyarakat
adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dengan mengabaikan
keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antara sesamanya dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam hubungan manusia dengan masyarakat terjadi interaksi aktif.
Manusia dapat mengintervensi dengan masyarakat lingkungannya dan sebaliknya
masyarakat pun dapat memberi pada manusia sebagai warganya. Oleh karena itu,
dalam pandangan Islam, masyarakat memiliki karakteristik tertentu.
Prinsip-prinsip ini harus dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan sistem
pendidikan.
Masyarakat
merupakan lapangan pergaulan antara sesama manusia. Pada kenyataannya
masyarakat juga dinilai ikut memberi pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan
dan perilaku manusia yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Atas dasar
pertimbangan ini, maka pemikiran tentang masyarakat mengacu pada penilaian
bahwa:
a. Masyarakat
merupakan kumpulan individu yang terikat oleh kesatuan dari berbagai aspek
seperti latar belakang budaya, agama, tradisi kawasan lingkungan dan lain-lain.
b. Masyarakat
terbentuk dalam keragaman adalah sebagai ketentuan dari Allah, agar dalam
kehidupan terjadi dinamika kehidupan sosial, dalam interaksi antar sesama
manusia yang menjadi warganya.
c. Setiap
masyarakat memiliki identitas sendiri yang secara prinsip berbeda satu sama
lain.
d. Masyarakat
merupakan lingkungan yang dapat memberi pengaruh pada pengembangan potensi
individu.
Dari
beberapa penjelasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa pengertian
masyarakat ialah sekelompok manusia yang terdiri di dalamnya ada keluarga,
masyarakat dan adat kebiasaan yang terikat dalam satu kesatuan aturan tertentu.
2. Hubungan Kurikulum
Dengan Masyarakat
Kebutuhan
manusia yang dibutuhkan dari masyarakat tidak hanya menyangkut bidang material
melainkan juga bidang spiritual, ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan
sebagainya. Dengan demikian, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa dalam rangka
memenuhi kebutuhan pendidikan manusia memerlukan adanya lingkungan sosial
masyarakat. Dari sebab inilah para ahli pendidikan umumnya memasukkan
lingkungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan.
Secara
bertahap masyarakat tradisional yang berorientasi kepada status akan beralih
menjadi masyarakat modern yang berorientasi kepada prestasi.
Prestasi yang diraih tentunya dengan melakukan pendidikan yang baik dan terarah
pencapaiannya. Guna tercapainya suatu pendidikan yang baik, maka harus ada
acuan, batasan, dan arahan sebagai bagian dari proses pendidikan yaitu
kurikulum. Kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan yang tidak bisa
dipisahkan dengan komponen sistem lainnya. Tanpa kurikulum suatu sistem
pendidikan tidak dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang sempurna. Ia
merupakan ruh (spirit) yang menjadi gerak dinamik suatu sistem pendidikan, Ia
juga merupakan sebuah idea vital yang menjadi landasan bagi terselenggaranya
pendidikan yang baik. Bahkan, kurikulum seringkali menjadi tolok ukur bagi
kualitas dan penyelenggaraan pendidikan. Baik buruknya kurikulum akan sangat menentukan
terhadap baik buruknya kualitas output pendidikan, dalam hal ini ialah peserta
didik.
Pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan
kebutuhan hidup manusia semakin meningkat sehingga tuntutan hidup semakin
tinggi. Perkembangan masyarakat tersebut menuntut tersedianya proses pendidikan
yang relevan. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan kemajuan kehidupan dalam
suatu masyarakat sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar
sesuai dengan kemajuan masyarakat. Untuk terciptamya proses pendidikan yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan
berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan perkembangan
masyarakat. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat
menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi
programnya saja tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Pengembangan kurikulum harus ditekankan pada pengembangan individu yang
mencakup keterkaitannya dengan lingkungan masyarakat setempat. Hal ini
menunjukkan bahwa pentingnya faktor kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum.
C. KURIKULUM
DENGAN BUDAYA BANGSA
1. Devinisi Budaya
Budaya adalah bentuk amak dari kata
budi dan daya yang berarti cinta, rasa, dan karsa. Kata budaya sebenarnya
berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang
berarti budi atau akal. Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture,
yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah
alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli :
1. E. B. Tylor,
budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan
yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.
R. Linton, kebudayaan dapat dipandang
sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang
dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat lainnya.
Kebudayaan
pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu
masyarakat. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut
kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang
diwujudkan dalam tiga hal:
a. Ide, konsep,
gagasan, nilai, norma dan peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak dan
adanya dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu
berada.
b. Kegiatan
yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini disebut
sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia sifatnya konkret, bisa
dilihat dan diobservasi. Sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan
refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, norma dan peraturan yang telah
dimilikinya.
c. Benda dari
hasil karya manusia. Seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di
masyarakat. Oleh karena itu, wujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik.
Kebudayaan ini adalah produk dari wujud kebudayaan ide (point a) dan tindakan
(point b).
2. Hubungan Kurikulum Dengan Budaya
Faktor
kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan bahwa individu itu lahir belum berbudaya, baik dalam hal
kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Semuanya
itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya,
keluarga, masyarakat sekitar dan tentu saja dengan sekolah.
Sekolah
mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para siswa dengan
salah satu alat yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum pada dasarnya
merupakan refleksi dari cara berfikir, berasa, bercita-cita atau
kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, dalam pengembangan suatu kurikulum guru
perlu memahami kebudayaan.
Kebudayaan
dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan karena dan melalui pendidikan.
Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat
diwujudkan melalui proses pendidikan. Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa,
setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk
mengatakann sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya,
dan kepada siapa mengatakannya. Contoh lain, setiap masyarakat mempunyai
persamaan dan perbedaan dalam berpakaian. Dalam kaitan dengan pakaian, anak
harus mempelajari dari anggota masyarakat yang lain tentang cara menggunakan
pakaian tertentu dan dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Dengan
mempelajari tingkah laku yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah
lakunya sendiri menjadikan anak sebagai anggota masyarakat. Ole sebab itu,
anak-anak harus diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesua dengan norma-norma
yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok setiap sistem
pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak tentang pola-pola tingkah laku
yang esensial tersebut (Redja Mudyahardjo, 1992: 45)
Cara-cara
untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku ke generasi
baru berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya ada tiga cara umum
yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan formal. Cara
informal terjadi di dalam keluarga, nonformal dalam masyarakat yang
berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara
formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan.
Pendidikan formal tersebut dirancang untuk mengarahkan perkembangan tingkah
laku anak didik. Kalau masyarakat hanya mentransmisi kebudayaan yang mereka
miliki kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh kemajuan. Oleh sebab
itu, anggota masyarakat tersebut berusaha melakukan perubahan-perubahan yang
disesuaikan dengan kondisi baru sehingga terbentuklah pola tingkah laku,
nilai-nilai, dan norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat.
Usaha-usaha menuju pola tingkah laku, norma-norma dan nilai-nilai baru ini
disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai
alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya
sekolah. Lembaga pendidikan ini berfungsi untuk mentransmisikan kebudayaan dan
mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan jaman.
Salah satu
upaya penyesuaian pendidikan jalur sekolah dengan keragaman latar belakang
sosial budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan lokal di dalam
kurikulum sekolah, utamanya di Sekolah Dasar (SD). Kebijakan ini bukan hal
baru, karena gagasannya telah diberlakukan sejak dulu, umpamanya dengan
pengajaran bahasa daerah dan atau penggunaan bahasa daerah di dalam proses
belajar mengajar. Keragaman sosial budaya tersebut terwujud dalam keragaman
adat istiadat, tata cara dan tata krama pergaulan, kesenian, bahasa dan sastra
daerah, maupun kemahiran dan keterampilan yang tumbuh dan terpelihara di suatu
daerah tertentu.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kurikulum
dalam arti sempit mempunyai arti sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir
program pelajaran untuk memperoleh ijasah. Sedangkan kurikulum dalam arti luas
ialah tidak
hanya terbatas sejumlah mata pelajaran saja tetapi mencakup semua pengalaman
(learning experiences) yang dialamai oleh siswa dan pengaruh perkembangan pribadinya.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan kemajuan kehidupan dalam suatu
masyarakat sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai
dengan kemajuan masyarakat. Untuk terciptamya proses pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum
yang landasan pengembangannya memperhatikan perkembangan masyarakat. Kurikulum
sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan
tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya saja tetapi juga dari
segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Kebudayaan
merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan
bahwa individu itu lahir belum berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita,
sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Semuanya itu dapat diperoleh
individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat
sekitar dan tentu saja dengan sekolah.
Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada siswa
dengan salah satu alat yang disebut dengan kurikulum. Hubungan kurikulum dengan
sosial budaya tidak dapat dipisahkan karena untuk mengetahui tentang sosial dan
budaya bangsa maka diperlukan suatu alat yang disebut dengan kurikulum.
B. HARAPAN
Semoga
makalah ini dapat menjadikan mahasiswa yang belum tahu tentang hubungan
kurikulum dan sosial budaya bangsa menjadi tahu dan mahasiwa yang sudah tahu
menjadi lebih tahu sehingga pengetahuan kita tentang materi hubungan kurikulum
dengan sosial budaya bangsa menjadi matang.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Tirtarahardja,
Dr. Umar dan Drs, S. L. La Sulo. 2008. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
2. Hamalik, Dr.
H. Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan
Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
3. Sukmadinata,
Dr. Nana Syaodih. 1997. Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar